Rabu, 22 April 2009


Salah satu ukuran keberhasilan implementasi Sistem Manajemen Mutu (SMM) di Perguruan Tinggi (PT), digunakannya fakta dan data sebagai dasar pengambilan keputusan ditingkat pimpinan puncak. Pada umumnya data dan fakta PT sebelum mengimplementasikan SMM kurang lengkap sehingga menyulitkan untuk mengukur keberhasilannya. Sudah menjadi fenomena umum banyak aktivitas yang telah dilakukan oleh PT, hanya sekedar melakukan. Kadang tidak terpikirkan bahwa segala aktivitas yang telah dilakukan itu juga perlu direkam apakah dalam bentuk pelaporan aktivitasnya itu sendiri dan juga produk yang dihasilkan dari aktivitas tersebut. Dalam mengukur keberhasilan implementasi SMM di PT, maka dapat dilakukan dengan membandingkan rekaman fakta dan data sebelum dan sesudah mengim-plementasikan SMM. Rekaman ini tidak hanya sangat penting ketika akan digunakan untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan tetapi juga ketika akan mengukur keberhasilan implementasi SMM di PT tersebut. Karena ketidaktersediaan rekaman ini maka pengukuran keberhasilan menjadi sulit untuk dilakukan. Pada dasarnya untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi SMM dapat dilakukan dengan 2 (dua) metode yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode ini membandingkan suatu kondisi secara diskriptif keadaan dan kejadian secara penggambaran dan disajikan dalam bentuk kualitatif bukan dalam bentuk kuantitatif. Misalnya, mendiskripsikan kemudahan dalam pengambilan dokumen sistem mut, atau kemudahan menelusuri baik dokumen mutu maupun rekaman dari proses kegiatan.
2. Metode Kuantitaif
Metode ini membandingkan suatu kondisi sebelum dan sesudah implementasi SMM dengan menyajikan data dan fakta dalam bentuk angka kuantitaitif. Semua kegiatan, keadaan dan kejadian digambarkan dan disajikan bukan dalam bentuk kualitatif tetapi dalam bentuk angka-angka dengan analisis kuantitatifnya.
Untuk mengukur keberhasilan implementasi SMM di PT, tidak sama dengan indikator-indikator di perusahaan manufaktur, karena core-businessnya jelas berbeda. Untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan implementasi SMM ini rekaman data dan fakta harus tersedia. Indikator-indikator ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari sisi produktifitas pemblejaran mahasiswa, produktifitas karyawan dan dosen, efisiensi proses internal, dan efektifitas pendanaan.
a. Produktifitas Pembelajaran Mahasiswa
Produktifitas merupakan sebuah konsep yang menggambarkan hubungan antara hasil dan sumber daya yang digunakan. Produktifitas adalah mengukur efektiftas penggunaan sumber-sumber produktif. Misalnya:
Berapa persen MK yang jumlah pertemuan tatap mukanya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (misal standar pertemuan 16 kali, termasuk 2 kali ujian).
Berapa persen bahan ajar yang tersedia dari jumlah MK yang diselenggarakan.
Berapa persen Satuan Acara Perkuliahan yang tersedia dari jumlah MK yang diselenggarkan
Berapa persen dosen yang hadir sesuai dengan standar pertemuan yang telah ditetapkan
dan lain sebagainya (masih banyak yang bisa dikembangkan).
b. Produktifitas Karyawan dan Dosen (Indeks Kinerja Karyawan dan Dosen)
Berapa persen karyawan yang IKK-nya di atas 3.
Berapa persen dosen yang IKD-nya di atas 3
Berapa persen unit satuan kerja yang IKSK-nya di atas 3
Berapa persen karya tulis ilmiah dosen yang di publikasikan
dan lain sebagainya (bisa dikembangkan lebih lanjut)
c. Efisiensi Proses Internal
Berapa persen mahasiswa yang kuliah tepat waktu
Berapa persen mahasiswa yang mengambil Tugas Akhir tepat waktu
Berapa persen unit satuan kerja yang Indeks Kinerjanya di atas 3
Berapa persen unit satuan kerja yang mampu melayani tepat waktu
dan lain sebagainya (bisa dikembangkan lebih lanjut)
d. Efektifitas Pendanaan
Berapa persen alokasi biaya untuk proses pendidikan yang bersumber dari SPP
Berapa persen alokasi biaya untuk pengembangan karyawan dan dosen
Berapa persen alokasi biaya untuk dana penelitian dan pengabdian masyarakat
Berapa persen alokasi biaya untuk pengembangan fasilitas pendidikan
dan lain sebagainya (bisa dikembangkan lebih lanjut)
Selain indikator-indikator produktifitas, bisa juga digunakan indikator yang berkaitan dengan perangkat SMM-nya, misalnya :
a. Ketersediaan Dokumen
Ukuran keberhasilan dapat juga, menggunakan indikator keberadaan dan ketersediaan dokumen sistem mutu beserta rekaman mutu di tempat yang terkait. Dokumen dan rekaman mutu ditentukan dengan jelas dan diterapkan secara konsisten. Indikator sederhananya, jika ketersediaan dokumen dan rekaman mutu belum dijamin mudah diambil dan disajikan ketika dibutuhkan maka dapat dikatakan bahwa program implementasi SMM di PT tersebut, belum berhasil.
b. Kemudahan Telusur Dokumen
Ketersediaan dokumen dan rekaman mutu saja, tidaklah cukup, tapi isinya juga harus mudah ditelusur. Penelusuran dokumen dan rekaman mutu diperlukan untuk melihat urutan kronologis proses dan bagian yang mengerjakannya. Bila terjadi masalah akan mudah diketahui dan dengan cepat mudah diatas atau dicari solusinya. Kemudahan telusur dokumen dan rekaman ini akan menghindari saling lepas tanggungjawab.
c. Mutu Jasa
Karena semua proses terekam dan terdokumentasi dengan teratur dan konsisten, maka dengan menggunakan SMM ini kualitas jasa yang dihasilkan akan menjadi lebih baik dan terkendali. Hal ini akan mengurangi tingkat kesalahan dan ketidaktepatan dari jasa yang dihasilkan. Bila tingkat kesalahan dan ketidaktepatan dari jasa yang dihasilkan masih tinggi maka implementasi SMM di PT tersebut belum berhasil.
d. Keluhan Pelanggan
SMM ditujukan untuk memberikan kepuasan kepada mahasiswa dan stakeholders lainnya, sehingga keluhan ketidakpuasan mahasiswa dan stakeholders merupakan indikator keberhasilan program. Bila setelah menerapkan SMM ini, keluhan mahasiswa dan stakeholders lainnya dapat dikurangi, maka implementasi SMM di PT tersebut berhasil. Namun demikian, keluhan-keluhan pelanggan tersebut perlu dikaji dan dianalisis dengan menggunakan metode kuantitatif.
Demikian, salah satu metode mengukur tingkat keberhasilan implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 di Perguruan Tinggi. Tidak menutup kemungkinan masih ada metode lain yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan implementasi dari Sistem Manajemen Mutu ISO 9000 di Perguruan Tinggi. Tulisan ini hanya cara pengukuran yang sederhana. Semoga tulisan yang sederhana ini dapat memberi inspirasi bagi para pemerhati manajemen mutu pendidikan tinggi. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar